Peran Guru: Gambaran Pendidikan Generasi ke Depan
Oleh : Alfina (Guru
SDIT Al Iffat alfinasyofyan@gmail.com)
Terlepas dari segala sistem pendidikan, kurikulum, dan
prosedur yang dibangun pemerintah terhadap sistem pendidikan, dalam tulisan
ini, saya akan mencoba menulis upaya seorang guru; subjek pendidikan yang berperan
langsung terhadap murid.
Terbentuknya generasi hebat tidak terlepas dari peran
seorang guru. Dari seorang anak yang tidak tahu huruf, menulis, membaca, dan
berhitung menjadi tahu karena peran seorang guru. Termasuk, pembentukan
karakter dan nilai-nilai terhadap diri si anak.
Menjadi seorang guru adalah tugas yang sangat mulia. Bahkan,
termasuk amal jariah yang pahalanya selalu mengalir hingga di akir hayat kelak.
Selama ilmu yang diajarkan mengalir di berbagai generasi, selama itu pulalah
amal akan berkembang. Ilmu senantiasa kekal, abadi, dan tak pernah mati.
Di dalam dunia pendidikan, terdapat aspek penilaian secara
kognitif, psikomotor, akhlak dan spiritual. Ilmu yang paling esensi pertama
kali dibagikan kepada murid adalah spiritual. Melalui nilai spiritual, anak
akan belajar beribadah, akhlak antar sesama, dan akhlak dengan orang tua.
Akhlak yang baik akan memudahkan anak untuk mempelajari kognitif (pengetahuan)
dan psikomotor (gerak/ ketangkasan/ kreativitas), sebab jika perilaku anak
sudah baik, seperti menghargai teman dan guru, maka segala tugas yang diberikan
telah tertananm di dalam diri anak sebagai amanah yang harus dipenuhi.
Sumbergambar:www.google.co.id/imgres?imgurl=http%3A%2F%2Fi0.wp.com%2Fgambardanfoto.com
Andaikata seorang guru hanya mengejar nilai kognitif tanpa
memperhatikan kecerdasan akhlak dan spiritual, tetap saja tidak ada perkembangan
yang berarti di dalam diri si anak. Bayangkan saja kita telah berusaha
memahamkan pembelajaran matematika, IPA, atau subjek lainnya, sementara akhlak
anak di kelas kurang baik (ribut, bertengkar di kelas, tidak saling menghargai),
maka apakah anak bisa menyerap pembelajaran? Jawababnya sangat tidak mungkin.
Seperti yang pernah dikatakan seorang ahli pendidik hanya butuh satu jam saja
memahamkan pembelajaran kognitif terhadap anak. Namun, butuh waktu yang
panjang, bisa saja tahunan, serta kesabaran ekstra untuk penanaman nilai dan
perilaku terhadap anak. Bahkan, perilaku yang kecil,misalkan membuang sampah,
melipat pakaian, melipat perlengkapan sholat saja, masih banyak usia SMP dan
SMA belum tuntas dalam hal ini. Apalagi perilaku akhlak yang lebih besar lagi.
Berhasil atau tidaknya perilaku mereka ke arah yang baik bergantung pada guru.
Guru yang dimaksud di sini bukan hanya guru wali kelas, tapi seluruh guru di
satu sekolah. Sebab, walaupun hanya di kelas tertentu, pada hakikatnya anak
adalah milik bersama di lingkungan sekolah. Semua guru harus memperhatikan,
menasehati, dan memberi penghargaan terhadap anak.
Ada beberapa upaya yang kita lakukan sebagai seorang
pendidik untuk memperbaiki perilaku anak:
1.
Perbaiki
sikap pribadi
Sebelum memperbaiki sikap anak, ada kalanya kita bercermin
dan intropeksi diri, apakah perilaku kita sudah baik? Apakah diri kita sudah
baik terhadap diri sendiri, terhadap Tuhan, terhadap rekan kerja, terhadap
orang tua, dan terhadap anak? Jika masih belum, tidak ada kata terlambat untuk
memperbaiki diri. Terbuka pikiran untuk menerima nasehat, tingkatkan ibadah
beserta pemahamannya, mencoba bersabar dan bersikap dewasa dalam menyikapi
masalah. Pribadi yang baik dan tidak kosong akan memudahkan dalam memasukan nilai-nilai luhur kepada
anak.
2.
Jadikan
diri sebagai teladan
Dalam
menjalankan peran sebagai seorang guru, hendaklah mengambil contoh Rasulullah
(Nabi Muhammad SAW). Beliau adalah seorang guru yang multi talenta, yang tidak
hanya mengajarkan Islam, namun memahami segala aspek, seperti ilmu perdagangan
dan strategi perang. Di samping itu, beliau memiliki akhlak yang tidak tercela
sehingga disegani kawan maupun lawan. Nah, sifat Rasul inilah yang harus kita
tiru sebagai seorang guru. Pada awalnya, sebelum menjadi guru, mungkin saja
masih berpakaian ketat atau minim, berkata sekenanya, dan lainnya. Namun ketika
status guru sudah tersandang di dalam diri, hal ini tidak mungkin lagi
dilakukan sebab secara tidak langsung, guru telah menjai public figur, setidaknya bagi murid dan orang tua murid. Cara
bicara dan perilaku seorag guru akan menjadi sorotan, sehingga tebarkanlah
keteladanan yang baik.
3.
Nasehati/peringatkan
anak dengan tegas, namun mencerahkan
Seringkali anak mengalami kebimbangan, kok aku berbuat
seperti ini dimarahi bu guru, ya? Kok aku terlambat diskors menyapu kelas, ya?
Sebagai seorang guru, kita harus sadar bahwa dalam menghukum atau menskors
seorang anak karena ada kesalahan, maka kewajiban kita adalah membicarakan
kenapa diberi sanksi. Umpamanya, ketika anak telat. Tanyakan dulu dengan baik
apa yang terjadi. Andai alasannya tidak tepat,misalkan terlambat karena
menunggu adik/orang tua, maka tegaskan
kalau alasan tersebut tidak bisa diterima. Berikan gambaran kepada anak masih
banyak teman-teman lain yang rumahnya sangat jauh bisa tepat waktu ke sekolah.
Memberikan gambaran bukan berarti membandingkan. Lalu, ceritakan lagi kalau
datang tepat waktu banyak pembiasaan nilai baik seperti disiplin, bangun ketika
subuh, bersabar, kesehatan, dan banyak lagi nilai baik lainnya. Hal ini, akan
membuat anak berpikir dan sadar kalau terlambat itu bukanlah hal baik.
4.
Berperilaku
lembut terhadap anak dalam bertutur kata dan bersikap
Anak akan meniru bagaimana perilaku guru, sebab secara tidak
langsung anak menjadikan figur guru sebagai cerminan bahkan idola mereka.
Bertutur dan bersikap lembut akan membuat anak dihargai ketika mendapatkan
prestasi dan membuat anak menerima dan menyadari kesalahannya ketika melakukan
kesalahan. Ajarkan tiga kata ajaib kepada anak yaitu: tolong, maaf, dan
terimakasih. Ketiga kata ajaib ini dimulai dari guru, misalkan ketika anak
berbuat salah, maka katakanlah “Maaf ya,
nak. Kalau bermain di sini, silahkan kumpulkan sampahnya”. Atau kalau anak
melakukan kesalahan, biasakan mereka mengucapkan maaf. Begitupun ketika meminta
bantuan, biasakan untuk mengucapkan kata tolong, “Nak, tolong ibu hapus papan
tulisnya.” Sehingga, ajakan yang
sebenarnya sebuah perintah pun, akan terasa nyaman dan tulus dijalani anak,
ketika menggunakan kata ‘tolong’. Ketika pembiasan itu dibiasakan, maka akan
menjadi karakter di dalam diri anak. Walaupun kecil dan sederhana, Anda akan
merasakan manfaatnya dalam pembentukan karakter anak di masa depan. Biasakan
sedini mungkin.
5.
Sesekali,
masuki dunia anak
Dunia anak, terutama dunia sekolah dasar, adalah dunia yang
bermain sambil belajar, selain itu juga penanaman nilai dan norma-norma. Masuki
dunia anak melalui permainannya. Sesekali, bertindak sebagai teman bagi anak,
namun tanpa menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Ikut permainan
mereka, tertawa, melompat, berlari, atau jadi teman curhat mereka. Tanamkan
rasa bersyukur dan ilmu di setiap tempat dengan cara yang halus, namun terpatri
di hati. Misalkan ketika bermain di luar, katakan, “Alhamdulillah, Allah itu
Maha Kaya, ya. Ada makhluk hidup yang kecil, besar, berada di udara, di air,
tanah, di batu, bahkan di daun.” Anak menjadi semakin antusias, bertanya lebih,
dan kita perlihatkan semuanya di alam. Aak akan takjub dan kagum melihat
keindahan alam dan menyadari hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Cara sederhana,
namun bermakna bagi anak.
Teman seperjuangan! Jangan kita menjadikan anak sebagai
beban. Jadikan dia laksana anak kita sendiri dan semaikan benih-benih ilmu di
pikiran dan di hati mereka. Anak kita tidak hanya berada di dalam sepetak kelas
saja, namun semua anak yang berada di seklah, kelas berapapun mereka, adalah tanggung
jawab kita bersama. Keihlasan dan kesabaran kita terhadap mereka akan
membuahkan hasil yang manis untuk kehidupan mereka dan tentunya untuk kehidupan
kita. Tidak percaya? Buktikan dan rasakanlah!
Tulisan ini juga di muat di blog Guru Menulis Indonesia (GMI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar