Total Tayangan Halaman

Total Tayangan Halaman

Kamis, 28 April 2016

Untuk Generasi Indonesia

Peran Guru: Gambaran Pendidikan Generasi ke Depan
Oleh : Alfina (Guru SDIT Al Iffat alfinasyofyan@gmail.com)

Terlepas dari segala sistem pendidikan, kurikulum, dan prosedur yang dibangun pemerintah terhadap sistem pendidikan, dalam tulisan ini, saya akan mencoba menulis upaya seorang guru; subjek pendidikan yang berperan langsung terhadap murid.
Terbentuknya generasi hebat tidak terlepas dari peran seorang guru. Dari seorang anak yang tidak tahu huruf, menulis, membaca, dan berhitung menjadi tahu karena peran seorang guru. Termasuk, pembentukan karakter dan nilai-nilai terhadap diri si anak.

Menjadi seorang guru adalah tugas yang sangat mulia. Bahkan, termasuk amal jariah yang pahalanya selalu mengalir hingga di akir hayat kelak. Selama ilmu yang diajarkan mengalir di berbagai generasi, selama itu pulalah amal akan berkembang. Ilmu senantiasa kekal, abadi, dan tak pernah mati.
Di dalam dunia pendidikan, terdapat aspek penilaian secara kognitif, psikomotor, akhlak dan spiritual. Ilmu yang paling esensi pertama kali dibagikan kepada murid adalah spiritual. Melalui nilai spiritual, anak akan belajar beribadah, akhlak antar sesama, dan akhlak dengan orang tua. Akhlak yang baik akan memudahkan anak untuk mempelajari kognitif (pengetahuan) dan psikomotor (gerak/ ketangkasan/ kreativitas), sebab jika perilaku anak sudah baik, seperti menghargai teman dan guru, maka segala tugas yang diberikan telah tertananm di dalam diri anak sebagai amanah yang harus dipenuhi.
 
Sumbergambar:www.google.co.id/imgres?imgurl=http%3A%2F%2Fi0.wp.com%2Fgambardanfoto.com

Andaikata seorang guru hanya mengejar nilai kognitif tanpa memperhatikan kecerdasan akhlak dan spiritual, tetap saja tidak ada perkembangan yang berarti di dalam diri si anak. Bayangkan saja kita telah berusaha memahamkan pembelajaran matematika, IPA, atau subjek lainnya, sementara akhlak anak di kelas kurang baik (ribut, bertengkar di kelas, tidak saling menghargai), maka apakah anak bisa menyerap pembelajaran? Jawababnya sangat tidak mungkin. Seperti yang pernah dikatakan seorang ahli pendidik hanya butuh satu jam saja memahamkan pembelajaran kognitif terhadap anak. Namun, butuh waktu yang panjang, bisa saja tahunan, serta kesabaran ekstra untuk penanaman nilai dan perilaku terhadap anak. Bahkan, perilaku yang kecil,misalkan membuang sampah, melipat pakaian, melipat perlengkapan sholat saja, masih banyak usia SMP dan SMA belum tuntas dalam hal ini. Apalagi perilaku akhlak yang lebih besar lagi. Berhasil atau tidaknya perilaku mereka ke arah yang baik bergantung pada guru. Guru yang dimaksud di sini bukan hanya guru wali kelas, tapi seluruh guru di satu sekolah. Sebab, walaupun hanya di kelas tertentu, pada hakikatnya anak adalah milik bersama di lingkungan sekolah. Semua guru harus memperhatikan, menasehati, dan memberi penghargaan terhadap anak.
Ada beberapa upaya yang kita lakukan sebagai seorang pendidik untuk memperbaiki perilaku anak:
1.      Perbaiki sikap pribadi
Sebelum memperbaiki sikap anak, ada kalanya kita bercermin dan intropeksi diri, apakah perilaku kita sudah baik? Apakah diri kita sudah baik terhadap diri sendiri, terhadap Tuhan, terhadap rekan kerja, terhadap orang tua, dan terhadap anak? Jika masih belum, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri. Terbuka pikiran untuk menerima nasehat, tingkatkan ibadah beserta pemahamannya, mencoba bersabar dan bersikap dewasa dalam menyikapi masalah. Pribadi yang baik dan tidak kosong akan memudahkan  dalam memasukan nilai-nilai luhur kepada anak.
2.      Jadikan diri sebagai teladan
Dalam menjalankan peran sebagai seorang guru, hendaklah mengambil contoh Rasulullah (Nabi Muhammad SAW). Beliau adalah seorang guru yang multi talenta, yang tidak hanya mengajarkan Islam, namun memahami segala aspek, seperti ilmu perdagangan dan strategi perang. Di samping itu, beliau memiliki akhlak yang tidak tercela sehingga disegani kawan maupun lawan. Nah, sifat Rasul inilah yang harus kita tiru sebagai seorang guru. Pada awalnya, sebelum menjadi guru, mungkin saja masih berpakaian ketat atau minim, berkata sekenanya, dan lainnya. Namun ketika status guru sudah tersandang di dalam diri, hal ini tidak mungkin lagi dilakukan sebab secara tidak langsung, guru telah menjai public figur, setidaknya bagi murid dan orang tua murid. Cara bicara dan perilaku seorag guru akan menjadi sorotan, sehingga tebarkanlah keteladanan yang baik.

3.      Nasehati/peringatkan anak dengan tegas, namun mencerahkan
Seringkali anak mengalami kebimbangan, kok aku berbuat seperti ini dimarahi bu guru, ya? Kok aku terlambat diskors menyapu kelas, ya? Sebagai seorang guru, kita harus sadar bahwa dalam menghukum atau menskors seorang anak karena ada kesalahan, maka kewajiban kita adalah membicarakan kenapa diberi sanksi. Umpamanya, ketika anak telat. Tanyakan dulu dengan baik apa yang terjadi. Andai alasannya tidak tepat,misalkan terlambat karena menunggu adik/orang tua,  maka tegaskan kalau alasan tersebut tidak bisa diterima. Berikan gambaran kepada anak masih banyak teman-teman lain yang rumahnya sangat jauh bisa tepat waktu ke sekolah. Memberikan gambaran bukan berarti membandingkan. Lalu, ceritakan lagi kalau datang tepat waktu banyak pembiasaan nilai baik seperti disiplin, bangun ketika subuh, bersabar, kesehatan, dan banyak lagi nilai baik lainnya. Hal ini, akan membuat anak berpikir dan sadar kalau terlambat itu bukanlah hal baik.
4.      Berperilaku lembut terhadap anak dalam bertutur kata dan bersikap
Anak akan meniru bagaimana perilaku guru, sebab secara tidak langsung anak menjadikan figur guru sebagai cerminan bahkan idola mereka. Bertutur dan bersikap lembut akan membuat anak dihargai ketika mendapatkan prestasi dan membuat anak menerima dan menyadari kesalahannya ketika melakukan kesalahan. Ajarkan tiga kata ajaib kepada anak yaitu: tolong, maaf, dan terimakasih. Ketiga kata ajaib ini dimulai dari guru, misalkan ketika anak berbuat salah, maka katakanlah “Maaf  ya, nak. Kalau bermain di sini, silahkan kumpulkan sampahnya”. Atau kalau anak melakukan kesalahan, biasakan mereka mengucapkan maaf. Begitupun ketika meminta bantuan, biasakan untuk mengucapkan kata tolong, “Nak, tolong ibu hapus papan tulisnya.”  Sehingga, ajakan yang sebenarnya sebuah perintah pun, akan terasa nyaman dan tulus dijalani anak, ketika menggunakan kata ‘tolong’. Ketika pembiasan itu dibiasakan, maka akan menjadi karakter di dalam diri anak. Walaupun kecil dan sederhana, Anda akan merasakan manfaatnya dalam pembentukan karakter anak di masa depan. Biasakan sedini mungkin.

5.      Sesekali, masuki dunia anak
Dunia anak, terutama dunia sekolah dasar, adalah dunia yang bermain sambil belajar, selain itu juga penanaman nilai dan norma-norma. Masuki dunia anak melalui permainannya. Sesekali, bertindak sebagai teman bagi anak, namun tanpa menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Ikut permainan mereka, tertawa, melompat, berlari, atau jadi teman curhat mereka. Tanamkan rasa bersyukur dan ilmu di setiap tempat dengan cara yang halus, namun terpatri di hati. Misalkan ketika bermain di luar, katakan, “Alhamdulillah, Allah itu Maha Kaya, ya. Ada makhluk hidup yang kecil, besar, berada di udara, di air, tanah, di batu, bahkan di daun.” Anak menjadi semakin antusias, bertanya lebih, dan kita perlihatkan semuanya di alam. Aak akan takjub dan kagum melihat keindahan alam dan menyadari hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Cara sederhana, namun bermakna bagi anak.
Teman seperjuangan! Jangan kita menjadikan anak sebagai beban. Jadikan dia laksana anak kita sendiri dan semaikan benih-benih ilmu di pikiran dan di hati mereka. Anak kita tidak hanya berada di dalam sepetak kelas saja, namun semua anak yang berada di seklah, kelas berapapun mereka, adalah tanggung jawab kita bersama. Keihlasan dan kesabaran kita terhadap mereka akan membuahkan hasil yang manis untuk kehidupan mereka dan tentunya untuk kehidupan kita. Tidak percaya? Buktikan dan rasakanlah!





Tulisan ini juga di muat di blog Guru Menulis Indonesia (GMI)